Kasih Itu Sederhana

Pada umumnya para ahli Taurat tahu tentang inti dari 10 Hukum Tuhan. Terdiri dari 10 poin perintah Tuhan namun memiliki sebuah inti, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. " Hal tersebut terbukti dari jawabah ahli Taurat yang bercakap dengan Tuhan Yesus direspon dengan positif oleh Tuhan Yesus.

Sebagai orang Kristen yang dewasa, tentu kita juga tahu inti dari 10 Hukum yang diberikan Tuhan bagi umat manusia. 10 Hukum yang mengatur relasi antara manusia dan Allah serta relasi manusia dan sesamanya telah kita pelajari dalam peribadahan-peribadahan, pemahaman Alkitab, juga di dalam kelas-kelas katekisasi. Namun, pengetahuan saja tidaklah cukup!
Tuhan Yesus berkata, ‘Jawabanmu itu benar, perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup”. Jawaban tersebut tentu sudah sangat jelas. Namun seringkali (kembali: sama seperti ahli Taurat yang ngobrol dengan Tuhan Yesus) kita memilih untuk menghindari melakukan seperti yang Tuhan Yesus perintahkan: lakukan. Kita terus mencari alasan agar kita tidak melakukannya.
Ahli Taurat dalam Injil Lukas tersebut bertanya kembali (mungkin juga kita), Siapakah sesamaku manusia? Pertanyaan tersebut tentulah pertanyaan yang umum kita tanyakan, mengapa? Karena kita hanya mau mengasihi orang yang ‘baik’ kepada kita.

Yunus protes kepada Allah karena Niniwe diberi kesempatan bertobat, Petrus menebas telinga prajurit karena mau mengambil guru mereka. Kasih itu sederhana: lakukan apa yang Allah perintahkan. Namun kasih menjadi rumit, karena kita sendiri (sebagai manusia) yang seringkali membuat klasifikasi tentang orang yang perlu dan tidak perlu kita kasihi.
Allah ingin agar kita mengasihi sesama manusia, tapi kita ingin mengasihi manusia-manusia tertentu serta menganggap tindakan itu adalah tindakan bijaksana.

Siapkah untuk mengasihi? Sederhana loh: lakukan!