Dia Allah Yang Hidup

Siapakah Allah? Apakah Allah sanggup mengerti pergumulan hidupku pada saat ini? Terbelit hutang, sakit menahun, tidak kunjung dapat pemulihan ekonomi, ditinggalkan saudara, disepelekan oleh pasangan, tidak kunjung sampai pada penghujung hidup yang penuh damai sejahtera seperti yang Tuhan janjikan. Begitu sering kita mempertanyakan keberadaan Allah di tengah pergumulan hidup kita. jika Allah ada, mengapa ada penderitaan. Jika Allah ada, mengapa kesulitan-kesulitan hidup terus saja merajalela. Jika Allah ada, mengapa Dia tak mampu membuat segala sesuatu baik adanya?
Pengalaman umat yang paling kentara terkait bagaimana relasi dengan Allah di tengah penderitaan hidup adalah pengalaman Ayub. Begitu rupa kemalangan menghadang dan membuat Ayub jatuh terpuruk. Jika ada istilah ‘sudah jatuh tertimpa tangga’, maka pengalaman Ayub tidak hanya jatuh dan tertimpa oleh tangga, namun dia jatuh tertimpa tangga, bahkan kerobohan rumah. Pada saat ini, siapakah yang mampu bertahan dalam kondisi yang demikian?
Namun, sebuah perkataan yang sungguh menguatkan hati diucapkan oleh Ayub. Setelah bertubi-tubi ditimpa kemalangan yang ditujukan untuk menjatuhkan imannya kepada Allah, Ayub justru berkata bahwa ia ingin kesaksiannya ditulis dan diukir (sehingga abadi). Ayub ingin bersaksi bahwa Allahnya adalah hidup. Bahwa Allah tetap hidup meski umat-Nya sudah mati.
Paulus menambahkan bahwa ketika sudah mendekati hari-Nya (hari kedatangan-Nya) maka akan banyak orang menjadi murtad dari iman mereka. Namun umat tidak perlu bingung dan gelisah, umat juga tidak boleh ikut arus dan juga ikut tersesat. Kita adalah umat yang dipilih, dikuduskan, dan diselamatkan, serta diberi kemuliaan. Oleh karena itu, dalam penderitaan apapun, harus berdiri teguh, berpegang pada ajaran yang benar. Umat yang dalam penderitaan harus tetap beriman karena Allah itu menghibur, menguatkan, dan memampukan untuk bekerja dan berkata yang baik.