Beriman di Tengah Krisis

Usia selalu saja menjadi alasan untuk hidup beriman (percaya dan melakukan kehendak-Nya: termasuk juga melayani). Saat masih muda, terhambat pelayanan karena belum mandiri. Saat usia muda, pelayanan terhambat karena aktifitas pekerjaan dan perkuliahan. Kemudian saat sudah berumah tangga, pelayananpun tidak bisa dilakukan karena sibuk mengurus anak dan pekerjaan rumah yang tiada habisnya. Demikian juga ketika anak sudah berumah tangga, pelayanan tidak bisa dilakukan karena harus menolong anak dalam mengasuh anak-anak mereka (cucu). Disadari atau tidak, setiap tahapan kehidupan adalah krisis yang harus dilalui. Seperti juga yang dialami oleh Abram ketika ia dipanggil Tuhan untuk pergi ke sebuah negeri yang dijanjikan oleh Tuhan. Abram berumur 75 tahun ketika ia berangkat melaksanakan ‘misi Allah’. Usia yang tidak lagi muda, yang tak lagi bisa melakukan hal-hal yang bisa dilakukannya saat muda. Namun dalam masa ‘krisis’ usia itu, Abram tidak menjadikan krisis kehidupan itu sebagai alasan untuknya menolak panggilan Allah.

Abram taat karena dia tahu bahwa di tangan ALLAH ada kehidupan, di tangan-Nya ada janji yang akan teringkari. ALLAH tidak akan ingkar janji pada umat-Nya, karena ALLAH itu setia. Kesetiaan-Nya membawa kehidupan. Yohanes 3:16 berkata, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak- Nya Yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Beriman di tengah krisis adalah mempercayakan segenap hidup kepada ALLAH Sang Pemilik Hidup. Mempercayakan diri seutuh-Nya, untuk melaksanakan rancangan- Nya. Rancangan yang kekal dalam hidup kita.