Mengampuni Tanpa Batas

Sudah jelas, jika melihat tema, maka pembahasan ini bukanlah pembahasan yang menarik untuk dibahas, apalagi untuk dilakukan. Bagaimana mungkin sebuah pengampunan itu tanpa batas. Bukankah kesabaran saja ada batasnya?. Jika kesabaran ada batasnya, maka pengampunan juga ada batasnya. Mungkin mengampuni seseorang yang tidak bisa mengembalikan pinjaman uang adalah hal yang tidak terlalu sulit. Namun bagaimana mengampuni orang yang telah menodai kesucian, menghianati kepercayaan, tidak tahu terima kasih, tidak setia pada janji, bahkan menghilangkan nyawa orang yang kita sayangi. Bagaimana mungkin kita bisa memberikan pengampunan kepada orang tersebut dan bagaimana mungkin pembahasan tentang pengampunan tanpa batas ini terus didengungkan?.

Ajaran Allah adalah apa yang baik di mata Allah, bukan apa yang baik di mata manusia, apalagi apa yang disukai dan tidak disukai manusia. Ketika berbicara tentang pengampunan berdasarkan dengan bacaan Alkitab kita hari ini, tentu kita akan menjumpai sebuah hubungan yang mendalam tentang pengajaran Allah yang dihidupi oleh Yusuf dan juga yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Pengalaman pahit Yusuf tentang relasinya dengan saudara-saudaranya tentu bukanlah pengalaman yang dapat dengan mudah bisa dilupakan. Yusuf tentu akan mengingat pengalaman itu seumur hidupnya. Dia akan mengingat bagaimana kakak-kakaknya melemparkan dia ke dalam sumur, menjual dia, kemudian bagaimana itu semua membawa dia pada kehidupan sebagai budak, bahkan sebagai tahanan. Namun demikian pengalaman pahit dalam hidupnya tidak lantas membuat Yusuf tunduk pada ajaran dunia yang mengajarkan untuk membalas dendam (apalagi ketika sudah punya kuasa). Yusuf tetap tunduk pada pengajaran Allah tentang pengampunan, ini sejalan dengan pengajaran Tuhan Yesus tentang pengampunan.

Tentang pengampunan, pemahaman siapa yang mau kita anut, pemahaman pribadi, pemahaman populer, ataukah kebenaran Allah?