Tuhan Yang Adil dan Penuh Kemurahan

Pada saat ini manusia pandai menghitung. Apapun dihitung berdasarkan untung-rugi. Apa yang dikerjakan haruslah menguntungkan bagi diri. Jika apa yang dikerjakan/dilakukan tidak memberikan dampak keuntungan, tetapi justru merugikan, maka dengan cepat pekerjaan/tindakan tersebut akan segera ditinggalkan. Romo Magnis dalam seminarnya di Persidangan XVI Majelis Sinode Wilayah Jawa Tengah yang lalu mengatakan bahwa sejak Indonesia merdeka, pada saat ini Indonesia berada dalam peringkat terburuk dalam hal kasus korupsi. Hal tersebut dikarenakan budaya ’memperkaya diri’ sudah menjadi budaya yang ’lazim’. Oleh karena itu, orang-orang hanya berfikir untung-rugi. Yang merugikan tidak menjadi pilihan.
Lalu bagaimana dengan bacaan Injil kita hari ini? Sang Pemilik kebun anggur digambarkan pergi ‘pagi-pagi benar’. Pemilik kebun ini mencari orang yang bisa bekerja di ladangnya dan mendapatkan upah harian dari situ. Namun setelah mendapatkan pekerja, ia kemudian tetap mencari orang yang bisa mengerjakan kebun anggurnya. Dia keluar (oida – memperhatikan dengan seksama) mencari siapa saja yang membutuhkan pekerjaan bahkan ketika hari sudah pukul 5 (berarti waktu kerja sudah hampir habis). Orang-orang yang bekerja dari pagi dan yang baru sore bekerja mendapatkan upah yang sama.
Apa yang diberikan oleh Pemilik Kebun dengan memberikan upah yang sama mungkin bisa dipandang sebagai ketidakadilan. Namun melalui teks ini Tuhan Yesus ingin menunjukkan pengajaran yang berbeda. Dunia ini memang mengajarkan untung dan rugi. Namun Sorga mengajarkan anugerah. Kasih karunia Tuhan diberikan bagi setiap orang yang percaya, bukan kepada yang paling lama menjadi percaya. Yang sudah lama percaya, tetaplah percaya, yang baru percaya harus semakin percaya.